Taburan bintang menghiasi langit malam yang cerah. Satu per satu, kerlap kerlipnya memanjakan mata, tetap tak mau beranjak dari satu objek ciptaan Tuhan yang begitu indahnya.
Gadis itu menyenderkan tubuhnya pada tanah yang dilapisi dengan rumput tebal berwarna hijau. Tak peduli dengan gaunnya yang mungkin kini sudah terkena bercak cokelat karena tanah, atau pun terkena tetesan embun yang kotor pada sela-sela rumput yang menyentuh seluruh bagian belakang gaunnya.
Tiba-tiba saja, seorang lelaki ikut mengempaskan tubuhnya pelan tepat di samping gadis tersebut. Gadis itu hanya menoleh, kemudian kembali menatap ke arah langit, memuja para bintang yang menggantung di langit.
“Kamu menggangguku,” ucap gadis itu tiba-tiba tanpa menoleh ke arah lelaki tersebut. Lelaki itu hanya menampangkan senyum pada bibirnya. Ia ikut memandangi langit yang begitu terpampang luas di hadapannya. “Kamu nggak ikut memeriahkan promnight? Hari ini hari terakhir kita ketemuan lho,” tambah gadis itu.
“Kamu sendiri? Masih mau menikmati langit malam seperti ini?” lelaki itu justru berbalik tanya.
“Jawablah dulu pertanyaanku,” tepis langsung gadis itu.
“Jawabanku mungkin sama seperti jawabanmu.” Terdengar suara helaan napas yang begitu panjang.
Gadis itu hanya bisa tertawa pelan. “Bagaimana dengan Gita? Kamu masih menyukainya, kan?”
Pertanyaan itu membuat punggung lelaki tersebut langsung beranjak dari atas rumput. Lalu menatap lurus ke arah mata gadis tersebut. Gadis itu langsung mengalihkan pandangannya menuju cakrawala.
“Aku harus bilang berapa kali?”
Gadis itu hanya tersenyum. “Tenang saja, aku hanya mencoba menggodaimu.” Kemudian, tercipta keheningan malam yang hanya diisi dengan terpaan angin yang melewati sisi kulit mereka. “Bagaimana ya, kalau aku sudah tak bisa menggodaimu lagi? Bahkan sepertinya aku memang sudah tak bisa,” gumam gadis itu tiba-tiba.
“Apa maksudmu?” tanya lelaki itu heran.
“Bagaimana ya, kalau kita sudah tak bisa bertemu lagi?”
Lelaki itu tertawa pelan. “Aku pasti akan terus mengejarmu. Dan aku pasti akan menemukanmu.”
“Jangan gila,” tepis gadis itu langsung. Lelaki itu tetap tak mau mengalihkan pandangannya pada gadis yang berada di sampingnya. “Aku mohon padamu, tolong jangan pernah pandangi langit malam yang seperti ini lagi,” pinta gadis itu. “Aku nggak mau kamu terluka.”
“Kamu kira malam seperti ini hanya terjadi setahun sekali?” lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya, menengadahkan kepalanya ke arah langit. Gadis itu tak menjawab. “Baiklah. Tapi, bisakah kamu mengucapkan selamat tinggal kepadaku?”
Lelaki itu kembali menatap ke arah samping. Kosong. Tak ada bekas sedikit pun jejak gadis itu. Lelaki itu mendesah berat. Memejamkan matanya sambil menekuk kedua lututnya. Meratapi kepergian gadis itu, yang bahkan memang sudah pergi untuk selamanya. Mungkin, malam ini ia memang datang untuk mengucapkan selamat tinggal pada lelaki itu.
Kemudian, lelaki itu menengadahkan wajahnya ke arah langit. Menunggu alam memberikan respon untuknya, dan juga menunggu gadis itu mengucapkan selamat tinggal untuknya. Lelaki itu hanya bisa mendengar lirih angin yang melewati telinganya.
Mungkin, aku akan membuat malammu akan terus nyenyak karena aku tak mau kamu meratapi langit malam berbintang dan terus mengingat akan diriku yang sudah tak lagi mungkin bisa berada di sampingmu. Selamat tinggal.
0 comments:
Post a Comment