Segores Senyuman
Pagi ini merupakan pagi yang cerah. Langit biru dengan awan putih yang menyebar. Cahaya masuk dari kamar Nessa melalui celah jendela kamar. Kepala nya masih terasa pusing karena semalam ia pingsan.
Nessa bangun dari tempat tidur nya. Bukan karena siuman, melainkan jam weker nya yang berdering. Ia tahu, hari ini ia harus bersekolah. Dengan malas, ia beranjak ke arah kamar mandinya untuk membersihkan diri.
Tak lama, ia keluar dengan rambut yang tak terlalu basah. Karena, ia tak mau keramas di pagi hari. Kemudian, ia memakai baju seragam nya. Kemudian, siap bergegas ke bawah untuk sarapan pagi. Terlihat, Ibu nya yang sedang mengoles roti dengan selai strawberry. Kesukaan Nessa.
“Pagi, Ma.” Nessa memberikan senyum hangat ke Ibu nya.
“Pagi. Gimana? Kamu masih pusing? Kalo masih, nggak usah sekolah dulu ya?” Ibu nya menuangkan susu ke dalam gelas Nessa.
“Nggak, Ma. Nessa udah baikan kok. Nessa minta anterin ya? Bang Ben belum kerja kan Ma?” Nessa melahap roti yang di berikan Ibu nya.
"Belum kok. Nanti Mama bilangin biar abang kamu bisa nganterin.” Nessa tersenyum tipis. Sebenarnya, keadaannya kurang baik. Ia tak mau merepotkan Ibu nya.
Ibu nya Nessa berdiri dari bangku, kemudian berjalan menuju kamar Ben, kakak Nessa. Tak lama, sampai di depan kamar Ben.
Di ketuknya pintu kamar Ben. “Ben, bangun Ben. Anterin adik kamu dulu.”
Ben mendesah. Ia masih dalam keadaan kantuk. Kemudian, ia masuk ke dalam kamar Ben. Terlihat, Ben masih tertidur dengan dibaluti selimut. “Ben, bangun. Anterin adik mu dulu. Kasian.”
“Iya, Ma.” Jawab Ben agak diseret.
“Buruan. Mama tunggu dibawah.”
Ben langsung beranjak ke kamar mandi, kemudian mencuci muka dan menggosok gigi. Lalu, ia mengambil jaket nya yang berada di belakang pintu kamar. Ia bergegas ke bawah.
“Pake mobil ya, Ben.” Pinta Ibu nya.
“Iya Ma.” Dengan agak sedikit berteriak.
“Kamu berangkat gih, nanti telat lagi.”
“Iya, Ma. Nessa berangkat dulu ya.” Nessa melambaikan tangannya ke Ibu nya. Kemudian, menuju keluar, dan masuk ke dalam mobil.
“Bang, kenapa nggak make motor aja sih? Nanti Nessa telat.” Sambil menggerutu sendiri.
“Kamu denger sendiri kan? Abang disuruh nganterin kamu pake apa? Entar abang yang diomelin abis-abisan.”
“Yaudah buruan. Ngebut ya?”
“Cerewet!”
*****
“Disini aja gapapa?”“Gapapa bang. Tapi jangan bilang Mama. Ini deket kok sama sekolah.” Nessa melepas seat bealt nya kemudian keluar dari mobil. Ia agak berlari, karena 5 menit lagi, gerbang akan ditutup.
Napas Nessa mulai terengah-engah. Tapi, ia tetap lanjutkan untuk berlari. Terlihat dari kejauhan, gerbang sedang ingin ditutup. Nessa mulai mengencangkan lari nya. Tetapi percuma pas sampai disana, gerbang sudah di tutup.
“Yah, Pak? Bukain dong? Kan nggak ada semenit.” Omong Nessa agak memelas.
“Yah Pak! Kok ditutup sih? Belum jam setengah tujuh kali. Liat aja jam saya!” Nessa melihat orang yang barusan berbicara dengan Pak Satpam.
“Jam kamu itu, di kurangin. Emang saya nggak tau akal-akalan kamu? Kalo mau masuk, tunggu jam pelajaran kedua! Kalo nggak mau, kalian berdua boleh pulang.”
“Yaudah deh, mending pulang.”
Cowok itu berbalik jalan, Nessa agak bingung, kemudian, ia mencoba memanggilnya. “Eh! Elo!” Ia menoleh ke arah Nessa.
“Ada apa?” Dengan gaya cool nya.
“Lo— mau balik? Tapi kan kita masih bisa masuk di pelajaran kedua.”
Ia tertawa kecil. “Gue males. Mending gue tidur di studio gue.”
“Eh— gue ikut.” Ia tak menggubris perkataan Nessa. Ia hanya tersenyum dan berjalan ke arah studio musik tepat di depan sekolah. Hanya perlu menyeberang sekali.
Setelah sampai di studio, “kenapa lo ngikutin gue?” Tanya nya.
Nessa agak tertegun. “Gue nggak ada temen. Masa nggak boleh? Kita seangkatan kan?”
“Emang nya lo kelas berapa?” Tiba-tiba ada sosok laki-laki berbadan lebih tinggi dari Nessa berjalan menghampiri mereka berdua.
“Telat lagi lo, dek?”
"Iya bang. Padahal udah gue akalin tadi.”
Ia tertawa. “Lo mau tidur? Studio kosong. Pake aja.”
“Sip.” Cowok itu mengacungkan jempol nya.
“Cewek lo, dek? Cakep juga.”
Nessa langsung menunduk. “Bu-bukan. Dia temen SMA gue, seangkatan sama gue.”
“Oh, telat juga?” Ia menoleh ke arah Nessa. “Kenalin, gue Arman, abang nya Vino.”
Ia menjabat tangan Nessa. “Nessa..” Ia berkata dengan perlahan.
Laki-laki itu tersenyum. “Gue tinggal dulu dek, pake aja studio. Gratis.” Kemudian ia meninggalkan Nessa dan Vino.
“Nama lo Vino?” Tanya Nessa.
“Iya lah. Lo mau ikut gue ke dalam studio juga? Daripada lo nggak ngapa-ngapain disini. Lumayan, didalem kan dingin.” Ia langsung berjalan ke dalam studio tanpa menunggu jawaban dari Nessa. Nessa langsung mengikutinya.
Nessa melihat Vino langsung menghempaskan badannya ke sofa yang agak sedang itu. Nessa mencari-cari bangku untuk duduk.
“Lo kelas 10 berapa?” Tanya nya.
“10-4. Kalo lo?”
“10-7.”
“Kok gue nggak pernah ya ngeliat elo?”
Ia tersenyum kecil. “Itu karena gue punya jurus menghilang. Gue sering kok ngeliat elo. Elo sering ngelamun di balkon kan?” Omong nya sambil menatap Nessa.
“Jurus? Kayak naruto aja.” Desus Nessa.
“Lo suka naruto? Kok sama sih?” Ia tertawa.
“Oh ya? Ya gue sih nggak terlalu suka amat.”
Vino langsung bangun dan duduk di sofa. Ia menatap wajah Nessa aneh. “Muka lo pucet, lo sakit?”
“Hm? Enggak.”
“Gue ambil minum deh.”
“Eh, nggak usah.” Ia langsung berdiri, lalu keluar sebentar untuk mengambil minuman. Kepala Nessa terasa pusing. Sebenarnya, ia sedang keringat dingin sesudah berlari menuju sekolah. Tak lama, ia terjatuh dari bangku dan tak sadarkan diri.
Tak lama Vino datang dengan membawa dua botol minuman. Agak kaget Vino melihat Nessa tergeletak di lantai. Di taruhnya minuman tersebut ke atas meja. Lalu mencoba untuk membangunkan Nessa.
“Ness? Nessa?” Vino mencoba memegang dahi Nessa. “Astaga. Keringat dingin.” Vino agak panik. Tak mungkin ia akan membiarkan Nessa tergeletak di lantai. Ia langsung membopong badan Nessa yang mungil, ditaruh nya di atas sofa.
Ia langsung keluar studio untuk mengambil minyak kayu putih. Tak lama, ia kembali ke studio dengan membawa air hangat. Arman juga ikut masuk ke dalam studio.
“Lo apain sih dek?” Arman menempeleng kepala Vino.
“Apaan sih bang? Nggak gue apa-apain. Orang gue mau ngambilin minuman tiba-tiba pas gue balik dia udah pingsan.”
“Lo tau rumahnya dimana?” Tanya nya agak panik.
“Gue aja baru kenal.”
Arman mendesah. “Lepas jaket lo! Udah tau dia keringet dingin.”
“I-iya bang.” Dengan cepat Vino melepas jaket nya dan memakaikannya untuk Nessa untuk menyelimuti tubuh nya. Kemudian, Arman keluar dari studio.
“Bang! Lo mau kemana?” Kakak nya tak menjawab. Vino tak berani meninggalkan Nessa sendiri. Ia membantu Nessa dengan mengoles kan minyak kayu putih di sekitar hidung nya agar bisa tersadar.
Tak lama, Nessa terbangun. Vino merasa senang. “Lo kecapean? Kenapa nggak bilang dari awal?”
Nessa terlihat bingung. “Tenang. Gue bukan orang jahat. Gue Vino. Lo masih inget gue kan?”
*****
Namanya Vino. Orang nya manis, baik pula. Omong dalam hati Nessa. Seperti nya ia sedang berbunga-bunga.“Ness, tadi lo dicariin sama guru BK. Katanya disuruh keruangannya.” Omong teman sebangku nya. Nessa tak menggubris. “Ness? Nessa? Jangan ngelamun.”
“Oh, ya, ada apa?” Ia langsung menoleh. Tiba-tiba terdengar suara geluduk menggelegar. “Yah mau ujan.”
“Lo disuruh ke ruang BK.” Omong nya diulang kembali.
“Oh, iya.” Nessa langsung membereskan buku nya ke dalam tas kemudian bergegas menuruni tangga menuju ruang BK.
Di ketuknya pintu tersebut. Kemudian, Nessa mencoba masuk. “Sore, bu.”
“Nessa? Oh ya. Silahkan masuk nak.” Dengan sopan, Nessa masuk kemudian duduk.
“Ada apa ya bu cari saya?” Tanya nya sopan.
“Kamu terlambat ya hari ini?”
Nessa tertawa kecil. “Iya bu.” Nessa menggaruk perlahan kepala nya.
“Kamu ini kan siswa berprestasi. Harus disiplin dong, nak.”
“Kan baru sehari doang bu, itu juga telat nggak ada semenit kok bu.” Omong Nessa mencari alasan. Terdengar dari luar, hujan sudah turun membasahi bumi.
“Yasudah. Tapi lain kali jangan di ulangi ya?”
“Sip bu. Nessa pamit pulang dulu ya.” Guru BK itu hanya mengangguk. Dengan agak malas, Nessa keluar dari ruangan. Ia tak bisa pulang karena cuaca tak memungkinkan. Ia hanya bisa terduduk di pos satpam. Lumayan sedikit untuk berteduh. Terlihat di pos satpam banyak siswa yang berteduh. Termasuk Vino.
“Nessa?” Panggil Vino karena ia baru tersadar kalau ternyata ada Nessa.
“Hm?” Vino ikut duduk di samping Nessa.
“Belum pulang?”
“Abis dari BK. Lo sendiri? Oh ya, kenapa cuma gue yang dipanggil? Kan elo juga telat.”
“Gue males.” Ia melipat tangannya di depan dada nya. “Lo naik apa pulang?”
“Naik bus kuning.”
“Sama dong,” ia melihat ke arah hujan. “Kayaknya hujannya bakal awet.”
“Mau nerobos nggak? Lumayan enak sih main ujan-ujanan.”
“Tapi..” Nessa langsung berdiri kemudian menggapai tangan Vino. Dengan menyiapkan ancang-ancang, mereka berdua berlari menuju halte. Alhasil, mereka berdua basah kuyup karena kehujanan.
Nessa tak kuat menahan dinginnya air dan hembusan angin yang kencang. Muka nya mulai pucat. Bibir nya membiru. Kepala nya terasa pening. Akhirnya, ia terjatuh pingsan.
*****
Vino memegang kuat tangan Nessa. Sepertinya, ia mulai jatuh cinta terhadap Nessa. Betapa bodohnya ia, bisa membuat Nessa jatuh pingsan. Tak lama, Ibu Nessa datang. Terdengar dari pintu yang dibuka agak kasar.“Nessa?!” Teriak seorang perempuan agak baya dari depan pintu, Ibu nya Nessa. Ia menghampiri Nessa. “Kenapa kamu bisa gini, nak?” Ia menatap Vino. “Kamu yang nelpon tante? Kenapa dia bisa seperti ini?”
Vino bercerita panjang lebar. Tak terasa, bulir mata Ibu nya terjatuh. “Maafin, Vino tante.”
Ia terdiam. “Kamu tau Vino? Kenapa dia sering pingsan? Dia terkena radang otak.”
Mata Vino langsung terbelalak. Ia tak percaya kalau Nessa mempunyai radang otak. Ia merasa bersalah tak menahan Nessa untuk tidak menerobos hujan.
“Maka nya tante bener-bener over protektif takut dia kenapa-kenapa.” Tiba-tiba mata Nessa terbuka. Ia tersenyum sedikit melihat ada Vino di samping nya.
“Kamu udah sadar, nak?” Ibu nya tampak senang.
Nessa mengangguk perlahan. “Mah, Nessa mau ngomong sebentar sama Vino, boleh?” Pinta Nessa. Ibu nya menyetujui nya, dan meninggalkan mereka berdua.
“Gue seneng, ada lo di samping gue,” omong Nessa agak lirih.
“Udah, jangan ngomong dulu. Lo bikin gue sedih tau nggak.”
Nessa tersenyum. “Walaupun gue baru kenal elo tadi pagi, rasanya kayak udah lama banget. Gue kayak nemu kesenangan baru.”
“Ness...”
“Makasih ya, udah mau jadi temen gue. Gue seneng kok main ujan-ujanan. Jangan khawatirin gue.” Nessa tersenyum terus menerus. “Gue—seneng bisa kenal elo.”
Vino agak kaget. “Gue juga seneng banget kalo ternyata gue bisa kenalan sama elo.”
Nessa menyimpulkan senyumnya. “Panggilin nyokap gue dong.” Vino memanggil Ibu nya Nessa. Kemudian, mereka masuk ke ruangan.
“Mah,” Nessa mengenggam tangan Ibu nya. “Nessa nggak mau ngerepotin Mama atau abang lagi. Mama jangan suka omel-omelin abang lagi ya?”
“Nessa, kamu bicara apa sayang?” Omongan Nessa membuat bulir mata Vino turun.
“Nessa sedikit lagi mau bebas Mah. Mah peluk Nessa dong Mah.” Ibu nya menuruti perkataan Nessa. Kemudian Ibu nya memeluk Nessa.
Vino melihat Nessa tersenyum. Ia berkata lirih, “maafin Nessa ya Mah, kalo Nessa punya salah. Bilangin abang juga.”
Nessa seperti meregangkan pelukannya. Ibu nya panik. Kemudian, ia melepaskan pelukannya. Vino menunduk sambil memegang tangan Nessa. Untuk terakhir kalinya ia menghembus kan nafas. Terlihat, Nessa menggoreskan senyumannya untuk terakhir kalinya.
Intinya? Ya sedih aja, orang yang baru aja kita kenal, bisa bersahabat sama kita, nggak tau nya udah dipanggil sama yang kuasa. Bukan pengalaman pribadi sih, kalau pribadi mah gue emang udah temenan lama sama Mely, pernah gue posting kok. Iya, gue sempet main sama dia seharian sama Bila, Andin, Ido. Dan gue denger kabar buruk 4 hari kemudian, dia udah dipanggil. Ya awalnya gue sempet nggak percaya. Padahal 4 hari yang lalu gue masih main. Ya namanya takdir, nggak bisa di lawan. Orang baik pasti di ambil Tuhan duluan. Semoga baik-baik aja ya Mel lo disana :-)
0 comments:
Post a Comment