Berawal dari tatap
Indah senyummu memikat
Memikat hatiku yang hampa lara…
Sori, jadi konser dadakan. Biasa, soalnya gue termasuk garis keturunan Bang Ipul. Dikit-dikit nyanyi, dikit-dikit nyanyi. Tapi sebenernya, itu himpitan curhat juga sih… hmm…
Oke! Jangan OOT (Out Of Topic)! Walaupun judulnya Berawal dari Tatap, jangan jadikan blog ini sebagai ajang karaokean, karena gue akan menceritakan kenapa sekarang gue bisa menjadi Mahasiswi Biduan, eh, Mahasiswi Bidan maksudnya, di FKUB ini.
Ingat! Di sini ada beberapa konten yang cukup 'bar-bar' dan mungkin bakal sedikit merusak kinerja otak lo yang akan mengimajinasikan konten tersebut. Sebenarnya nggak jorok, cuma karena kalian belum terbiasa,
hal-hal kayak 'gini' masih menjadi bahan yang tabu.
hal-hal kayak 'gini' masih menjadi bahan yang tabu.
Tapi, enjoy aja!
Berawal dari Nyokap gue, Mama Ambarwati. Eh, no! Berawal dari Tante gue lahiran. Gue panggil doi dengan sebutan Mbak Endang, walaupun jelas-jelas dia Tante gue karena umurnya nggak jauh banget sama umur gue *padahal gue nggak tau umurnya doi berapa*.
Singkat kata, Mbak En lahiran di Bidan Praktik Mandiri yang letaknya di depan gang rumah gue. Gue masih inget banget, tapi gue lupa waktu itu gue umur berapa, waktu itu sekitar jam 6-an gue ke BPM naik sepeda cewek. Entahlah, gue kepengin ke sana aja, gue mau ngapain juga nggak tau.
Setelah itu, gue masuk ke sana, Mbak En masih dalam keadaan mules-mules, Emak gue di sampingnya sambil memegangi tangannya, dan gue nari Tor-Tor di sana. Ya enggaklah. Gue juga bingung, gue harus ngapain di saat itu karena aku hanyalah seorang anak polos yang tidak tahu apa-apa.
Tetapi ketidakpolosan gue pada saat itu (ketuban Mbak En udah pecah) dinodai dengan dipampangkan sebuah pemandangan yang seharusnya anak di umur gue nonton bokep aja belum boleh, apalagi live-nya.
Jadi gini, posisinya pada saat itu adalah Tante gue tiduran di ranjang dengan posisi litotomi (posisi kaki ngangkang pada saat persalinan. Keren ya bahasanya? Wkwk). Gue di kanannya, tapi jongkok sambil memainkan sesuatu, yang kalau gue inget adalah kancut calon dedek bayinya Tante gue. Dan nyokap gue berada di samping kiri sambil membacakan doa-doa agar Tante gue dan calon dedeknya bisa selamat.
Yang gue herankan, ada sebuah cermin yang terletak di depan posisi Tante gue yang sedang dalam keadaan posisi litotomi itu. WTH! Gunanya apaaaa?!
Dan di saat gue sedang memikirkan apa fungsi cermin itu, terlihatlah sebuah pemandangan yang membuat kepala gue langsung menunduk mengheningkan cipta, sambil memainkan kembali kancut calon adek sepupu gue.
Berawal dari menatap itu, tiba-tiba saja ketika gue berada di masa SMA—kalau nggak salah kelas XI, nyokap gue menobatkan gue untuk menjadi seorang Bidan. Gue yang dikala itu emang belum ada pegangan apa-apa untuk masa depan, gue cuma bisa mangap tanpa tau apa alasan nyokap menyuruh gue untuk masuk ke bidang Bidan. And she says this:
“Soalnya waktu itu kamu berani Wir ngeliatin yang begituan.”
Ngeliatin? Begituan? Apa?
Setelah beberapa jam kemudian, nggak deng, setelahnya, gue baru sadar kalau yang nyokap maksud adalah kejadian pada saat itu, ya saat itu, yang berawal dari tatap itu.
Dan sebenarnya, ini belum selesai. Ya iyalah.
‘Keputusan’ nyokap gue yang selanjutnya bahkan bikin gue mangap 3 jari. Lebar banget.
Tungguin post selanjutnya!
0 comments:
Post a Comment